"Sesungguhnya Rasulullah SAW manakala kembali dari satu peperangan, datanglah hamba sahaya hitam dan berkata Ya Rasulullah Saya bernazar jika Allah mengembalikan engkau dengan selamat, maka aku akan memukul rebana dan bernyanyi, Rasulullah berkata kepadanya jika kamu telah bernazar maka sempurnakanlah nazarmu.(H.R lbnu Hibban)
Ibnu Hibban telah menggapgap shaheh kedua hadits tersebut. Selain berdasarkan hadits tersebut ada juga hadits lainnya tetapi sanadnya dhaif:
Para ulama yang berpendapat mubah nnengatakan bahwa amar pada hadits tersebut mengandung makna ibahah karena pada dasarnya rebana tersebut termasuk kedalam kategori lahwi yang tercela.
Selain itu didalam satu riwayat disebutkan Abu Bakar ra menamai rebana dihadapan Rasulullah dengan "nyanyian iblis" sedangkan Rasullah tidak mengingkarinya.
Para ulama juga berselisih pendapat bila rebana tersebut memakai "jalajil"(kericingan dipinggir rebana). Menurut pendapat yang dibolehkan.
AI-Ghazali menegaskan sebab pengharaman alat yang dipetik dan ditiup (seperti seruling) sebagaimana yang disebut dalam hadits Nabi SAW bukan karena alat tersebut menimbulkan kelezatan kepada pendengar.
Sekiranya demikian sudah tentulah diharamkan semua jenis suara atau irama yang membangkitkan kelezatan kepada pendengar, gendang, rebana kecil (duf) dan binatang-binatang seperti burung mempunyai potensi untuk menghasilkan irama-irama merdu yang mampu membangkitkan kelezatan di dalam sudut hati pendengar. Walau bagaimanapun Islam tidak mengharamkan suara-suara tersebut.