Dan yang dimaksud dengan dunia disini ialah semua yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Untuk menyelamatkan diri dari segala godaan dan rintangan ini, kita harus menjauhi dan memalingkan diri dari dunia ini secara jiwa dan raga tidak hanya untuk mencari dunia saja.
Adapun yang harus kita lakukan adalah menjalankan ibadah dengan lurus. Karena jika kita tergoda oleh dunia dan seluruh perhatian akan tertuju padanya. Sedangkan dunia hanya akan melalaikan manusia dari melakukan ibadah.
Siang dan malam, orang yang sibuk mencari dunia, di samping hatinya tergoda oleh bermacam keinginan dan hawa nafsu. Kedua-duanya juga dapat menghalangi ibadah kita karena sibuk dengan segala urusan dunia, dimana bertambahnya urusan dunia maka akan mengurangi urusan yang lain.
Sedangkan dunia dan akhirat itu di ibaratkan seperti dua wanita yang dimadu. Jika kita memperhatikan salah satunya, maka akan membuat cemburu yang lainnya. Atau dunia dan akhirat ini di umpamakan lagi seperti masyrik dan maghrib. yaitu arah mata angin dimana jika kita menghadap salah satunya tentu akan membelakangi yang lainnya, jika kita menghadap barat maka akan membelakangi timur, jika kita pergi ke utara tentu akan jauh meninggalkan selatan.
Maka untuk menyeimbangkannya ada sebuah riwayat dari Abu Darda r.a: "Aku berkeinginan menghimpunkan dagangan dengan ibadah. Tetapi kedua-duanya tidak dapat disatukan. Maka aku memilih ibadah dan meninggalkan dagangan."
Itu adalah tariqat Abu Darda r.a Terdapat juga tariqat Abdur Rahman bin Auf. Beliau dapat menjalankan ibadah sambil berdagang. Dengan, demikian, dapat disimpulkan bahwa tariqat itu bermacam-macam, cuma tergantung kepada kekuatan dan kemampuan masing-masing.
Jalan menuju kepadanya sangat banyak, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
الطُّرُقُ إِلَي اللَّهِ كَعَدَدِ أَنْفَاسِ اْلخَلْقِ
"Jalan untuk beribadah kepada Allah itu banyak, sebanyak nafas mahluk."
Ada orang sampai kepada Allah karena menuntut ilmu. Ada yang dengan sedekah, karena menolong masyarakat dan sebagainya. Semuanya itu dibenarkan oleh Rasulullah SAW. Seperti tariqat Abu Darda, yang hanya mengambil ibadah dan meninggalkan dagangan. Ini karena, walaupun beliau tidak berdagang, bekalan hidupnya sudah cukup tersedia.
Jika seseorang merasa tenteram dengan suatu perkara, misalnya dalam mencari rezeki sambil beribadah, maka dia tidak perlu meninggalkannya. Karena orang yang sudah merasa tenteram dalam mengerjakan ibadah dan usahanya seharusnya tidak berkeinginan untuk menjadi saudagar terkenal dan besar sehingga dapat meninggalkan amal ibadahnya.
Demikian pula, seorang saudagar kaya raya yang merasa tenteram dalam menjalankan ibadahnya, tidak seharusnya membuang hartanya dengan sia-sia, karena dikhawatirkan setelah hartanya habis, ibadahnya juga akan berhenti.
Sayyidina Umar r.a berkata: "Jika dunia dan akhirat dapat bersatu pada orang lain, tentu pada diriku juga dapat karena aku diberi oleh Tuhanku kekuatan dan kehalusan."
Dengan memperhatikan riwayat tersebut, hendaklah kita memilih yang selamat dan meninggalkan yang tidak kekal karena keselematan itu diberikan oleh Tuhan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Inilah pilihan orang yang beriman kepada akhirat. Adapun, orang yang tidak beriman kepada akhirat tentu akan memilih dunia yang fana dan meninggalkan akhirat.
Sedangkan yang menyematkan dunia dalam hati seseorang adalah karena banyaknya keinginan yang membuat dia cinta kepada dunia.
Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ اَحَبَّ دُنْيَاهُ اَضَرَّ بِآخِرَتِهِ
"Barangsiapa mencintai dunia, maka akan membahayakan dunianya."
وَمَنْ أَحَبَّ آجِرَتِهِ أَضَرَّ بِدُنْيَاهُ
"Dan barangsiapa mencintai akhirat maka akan membahayakan dunianya."
فَآشِرُوْ ا مَا يَبْقَى عَلَى يَفْنَى
"Dan pilihlah yang kekal diantaranya."
Dengan mengamalkan hadits tersebut, seseorang tidak akan merasa susah atau rendah diri. Ini karena, semua perbuatan jika dimaksudkan atau diniatkan untuk akhirat, maka ia akan terpisah dari dunia.
Contohnya: seorang pedagang yang mempunyai niat untuk mendapatkan rezeki demi beribadah kepada Allah. Maka dagangan yang demikian akan tercatat sebagai amalan akhirat selagi niatnya benar-benar dilaksanakan.
Apabila lahiriah seseorang sibuk mencari bekalan dunia, maka keadaan batinnya akan merasa sukar untuk beribadah sebenar-benarnya. Akan tetapi, jika berpaling dari dunia ini lahir dan batin, seseorang itu akan merasa mudah untuk mengerjakan ibadah. Bahkan setiap anggota badan akan menolongnya untuk beribadah.
Sayyidina Salman Al-Farisi r.a berkata: "Sesungguhnya hamba Allah, jika dia berzuhud terhadap dunia, hatinya akan bersinar dengan hikmah dan anggota badannya pula akan saling bantu-membantu untuk beribadah."
Rasulullah SAW bersabda:
رَكْعَتَانِ مِنْ رَجُلٍ عَالِمٍ زَاهِدٍ قَلْبُهُ خَيْرٌ وَاَحَبُّ إِلَى اللَّهِ جَلَّ
جَلاَلُهُ مِنْ عِبَادَة اْلمُتَعَبِّدِيْنَ إِلَى آخِر الدَّهْر
"Dua rakaat dari seorang alim yang hatinya zuhud lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada ibadah orang yang melakukannya hingga hari kiamat tanpa ilmu."
Bila ibadah lebih mulia dan lebih banyak pahalanya dengan zuhud, maka wajib atas orang yang menginginkan ibadah harusnya berzuhud dan bertajarrud terhadap dunia.
Ada sebuah pendapat bahwa zuhud bukan hanya untuk keselamatan akhirat, tetapi juga keselamatan dan kebahagiaan dunia yang murni. Ini karena dengan adanya zuhud, maka tidak akan ada kejahatan seperti, penipuan, pembunuhan, dan sebagainya.
Dengan demikian, kemajuan dunia akan tercapai dengan harmoni. Dengan adanya zuhud juga, tidak ada orang yang meremehkan urusan-urusan penting yang dapat memajukan dunia seperti urusan teknik, ekonomi, sosial, dan sebagainya.