KH. Abdul Qodir bin Muhammad Hasan Al-Banjari (Guru Tuha) |
Beliau dikenal sebagai sesepuh di Pondok Pesantren Darussalam dan seringkali dipanggil dengan sebutan Guru Tuha. Beliau adalah orang yang menjadi tangan kanan waktu itu oleh KH. Muhammad Kasyful Anwar saat menjabat sebagai pimpinan Pondok Pesantren Darussalam tahun 1922 s/d 1940 dan kemudian menggantikan sebagai pimpinan setelah KH. Muhammad Kasyful Anwar wafat dari tahun 1940 s/d 1959.
PENDIDIKAN BELIAU
Beliau mengaji di Martapura diantaranya adalah dengan KH. Abdur Rahman (Guru Adu) Tunggul Irang, dan KH. Muhammad Kasyful Anwar. Beliau juga mengaji keluar daerah, seperti di Pulau Madura dengan KH.Kholil Bangkalan, dan di Pulau Jawa dengan KH. Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang, dan sempat pula belajar di kota Makkah Al Mukarromah.
SEBAHAGIAN DARI RIWAYAT HIDUP BELIAU
KH. Abdul Qodir Hasan termasuk murid yang paling disayangi oleh KH. Hasyim Asy'ari dan dipercaya untuk mendirikan cabang NU pertama di luar Pulau Jawa yakni di Kota Martapura, setelah mengikuti Muktamar Nahdlatul Ulama pertama tanggal 21 Oktober di Surabaya. Dari kota Martapura inilah beliau mendirikan dan melantik cabang-cabang organisasi NU di beberapa wilayah di Pulau Kalimantan sebagai rais syuriah pada masa itu.
Di masa kepemimpinannya sebagai pimpinan pondok dan rais NU, beliau melaksanakan pertemuan rutin setiap bulan di aula Pondok Pesantren Darussalam yang dihadiri oleh seluruh tuan-tuan guru yang ada di kota Martapura dan sekitarnya untuk membahas persoalan agama yang timbul di masyarakat (Bahtsul Masa'il) dan ditutup dengan tahlilan, acara ini disebut dengan istilah Lailatul ijtima.
Hasil forum bahtsul masail ini kemudian disebarkan kepada masyarakat sebagai solusi terhadap berbagai persoalan keagamaan dan sosial yang terjadi di masyarakat.
MENYEBAR LUASNYA PONDOK PESANTREN DARUSSALAM DI LUAR KALIMANTAN
Sejak pimpinan KH.Muhammad Kasyful Anwar sampai pimpinan KH. Abdul Qodir Hasan, banyak guru pengajar di Darussalam yang ditugaskan untuk berdakwah dan mengajar agama Islam keluar daerah seperti Sampit, Pontianak, kotawaringin, Kotabaru, Purukcahu dan daerah di luar Kalimantan Selatan lainnya. Para guru yang dikirim tersebut bermukim di tempat-tempat tersebut dan lalu mendirikan madrasah/pesantren-pesantren yang berafiliasi dengan Pondok Pesantren Darussalam Martapura.
MASA PENJAJAHAN
Pada masa pendudukan Jepang Pondok Pesantren Darussalam dipaksa untuk menjadi asrama tentara Jepang, namun oleh Dia proses belajar mengajar masih tetap terus dijalankan dengan disebarkan di rumah-rumah guru pengajar dan terus istiqomah kegiatan sekolah dijalankan seperti itu hingga Jepang keluar dari Martapura tahun 1945.
MASA REVOLUSI KEMERDEKAAN
Pada masa revolusi kemerdekaan Dia bertindak sebagai sesepuh gerakan gerilya di Kalimantan, memberikan semangat dan kekuatan moril bagi para pejuang gerilya yang berusaha mengusir tentara Belanda yang kembali hendak menjajah tanah air. Pada tahun selanjutnya, awal kemerdekaan RI dia turut aktif memulihkan keamanan bersama-sama dengan almarhum KH.Zainal Ilmi Dalam Pagar Martapura.
WAFAT
KH.Abdul Qodir Hasan wafat pada hari Sabtu, tanggal 11 Rajab 1398 H / 17 Juni 1978 M. Tempat pemakaman dia di Kubah KH. Abdul Qodir Hasan di Jalan K.H.M. Kasyful Anwar Pasayangan Martapura.