Si imam berkata: "Jaga-jaga Nak dengan terompah kayumu itu, jangan sampai kamu tergelincir." anak ini pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih atas perhatian Abu Hanifah. "Bolehkah saya tahu namamu, Tuan?" tanya si anak kecil itu tadi. "Nu'man namaku", jawab si imam. "O.. jadi, tuankah yang selama ini terkenal dengan gelaran Al-Imam Al-A'zhom (Imam agung) itu..?", tanya si anak. "Bukan aku yang memberi gelaran itu. Masyarakatlah yang berprasangka baik dan memberi gelaran itu kepadaku", jawab si Imam. "Wahai si Imam, berhati-hatilah dengan gelaranmu. Jangan sampai tuan tergelincir ke neraka karena gelaran itu. Terompah kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tetapi gelaranmu itu dapat menjerumuskan kamu ke dalam api yang kekal JIKA KESOMBONGAN dan KEANGKUHAN menyertainya..." Ulama besar yang diikuti banyak umat Islam itupun tersungkur menangis menerima nasehat tajam penuh makna dari seorang anak kecil... Imam Abu Hanifah rahimahullah Ta'ala (Hanafi) bersyukur. Siapa sangka, peringatan yang begitu dalam maknanya, justru itu datang dari lidah seorang anak.
Betapa banyak manusia yang tertipu karena PANGKAT, tertipu karena KEDUDUKAN, tertipu karena GELARAN atau TITLE, tertipu karena POSISI YANG 'DIMULIAKAN', tertipu karena sebutan gelar HAJI/HAJJAH, USTADZ, AL-FADHIL, AL-MUKARROM, PROF, SYEIKH, DOKTOR dan sebagainya.
Marilah kita berhati-hati dan TERUS SALING MENGINGATKAN agar jangan sampai kita tergelincir... Jangan sampai kita menjadi angkuh dan sombong karena gelaran, pangkat, status sosial dan kebesaran di dunia.
Ingatlah... "Sepasang tangan yang menarik kita takkala terjatuh lebih kita percayai dari seribu tangan yang menyambut kita takkala tiba di puncak kejayaan.." Mari kita hubungi sahabat-sahabat kita... karena sahabat yg baik adalah pelita di kegelapan.. Kadang cahayanya baru terasa ketika dunia terasa gelap.
