Abu Bakr asy-Syibly berkata :
“Allah adalah Yang Esa, yang dikenal sebelum ada atas dan huruf. Maha Suci Allah, tidak ada batasan bagi Dzat-Nya, dan tidak ada huruf bagi Kalam-Nya.”
Ruwaym bin Ahmad ditanya
mengenai fardhu pertama, yang difardhukan Allah SWT terhadap makhluk-Nya.
Dan Ia berkata : “ Ma’rifat .”
Karena firman Allah SWT :
“Aku tidak menciptakan jin dan juga manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku.”
Ibnu Abbas’ menafsiri Illa liya’buduun
dimaksudkan adalah Illa liya’rifuuun (kecuali untuk ma’rifat kepada-Ku).
Al-Junayd berkata :
“hikmah pertama yang dibutuhkan oleh seorang hamba adalah Ma’rifat makhluk terhadap Khalik, mengenal Sifat-sifat Pencipta dan yang tercipta bagi Sang makhluk merasa hina ketika dipanggil-Nya dan mengakui kewajiban taat kepada-Nya. Barangsiapa tidak mengenal Rajanya, maka ia tidak mengakui terhadap raja, kepada siapa kewajiban-kewajiban harus diberikan.
Abu Thayib Maraghy berkata :
“Akal mempunyai bukti, hikmah mempunyai isyarat, dan Ma’rifat mempunyai Syahadat.
Akal menunjukkan, hikmah mengisyaratkan, dan ma’rifat menyaksikan, bahwa sanya kejernihan ibadat tidak akan tercapai kecuali melalui kejernihan tauhid.”
Al-Junayd ditanya soal tauhid, jawabnya :
“Menunggalkan Yang Maha Tunggal dengan mewujudkan Wahdaniyah-Nya lewat keparipurnaan Ahadiyah-Nya. Bahwa Dia-lah Yang Esa yang tiada beranak dan tidak diperanakkan. Dengan kontra terhadap antagoni, keraguan dan keserupaan tanpa upaya menyerupakan dan bertanya bagimana, tanpa proyeksi dan pemisalan; tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Abu Bakr az-Zahir Abady ditanya tentang Ma’rifat. Jawabnya :
“Ma’rifat adalah nama. Artinya, wujud pengagungan dalam kalbu yang mencegah dirimu dari penyimpangan dan penyerupaan.”