Nama beliau adalah Ghauts az-Zaman
al-Waliy Quthb al-Akwan asy-Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani
keturunan Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali dengan Sayyidah Fatimah az-Zahra
binti Sayyidina Sibthi Rasulullah Saw
Beliau adalah ulama besar dan wali
agung berdarah Ahlul Bait Nabi beraqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dengan Imam
Asy’ari dalam bidang teologi atau aqidah, dan Imam asy-Syafi’i madzab fiqih
furu’ ibadatnya, dan Imam Junaid al-Baghdadi dalam tasawufnya.
Beliau Ra. tinggal di Madinah
menempati rumah yang pernah ditinggali Khalifah pertama, yakni Sayyidina Abu
Bakar ash-Shiddiq Ra. (seorang Shiddiq yang paling agung yang tiada
bandingannya, kecuali para Anbiya wal Mursalin).
Guru mursyid beliau diantaranya
adalah Sayyidina Syekh Musthafa Bakri, seorang wali agung dari Syiria,
keturunan Sayyidina Abu Bakar Shiddiq Ra. dari pihak ayah, sedangkan dari pihak
ibu keturunan Sayyidina Husein Sibthi Rasulullah Saw.
Pangkat kewalian beliau adalah
seorang Pamungkas para wali, yakni Ghauts Zaman, dan wali Quthb al-Akwan, yakni
kewalian yang hanya bisa dicapai oleh para sadah yang dalam tiap periode 200
tahun sekali. Dan beliau adalah Khalifah Rasulullah pada zamannya.
Beliau banyak memiliki karomah yang
tidak bisa dihitung jumlahnya, bahkan sampai saat inipun karamah itu terus ada.
Karamah agung beliau adalah pangkat kewaliannya yang begitu agung. Beliau
mendapat haq memberi syafaat 70.000 umat manusia masuk syurga tanpa hisab.
Diantara
murid-murid beliau dari Indonesia yaitu:
1. Al-Quthb
az-Zaman Syekh muhammad Arsyad al-Banjari
2. Al-Quthb
al-Maktum Syekh Abul Abbas Ahmad at-Tijani (pendiri tarekat Tijani)
3. Al-Quthb
Syekh Abdussamad al-Palimbani
4. Al-Quthb
Syekh Abdul Wahab Bugis (menantu Syekh Arsyad al-Banjari)
5. Al-Quthb
Syekh Abdurrahman al-Batawi (kakek Mufti betawi dari pihak ibu Habib Utsman
Betawi)
6. Al-Quthb
Syekh Dawud al-Fathani, dan lain-lain.
Dan diantara keagungan dan kemuliaan
beliau yang amat banyak diantaranya adalah; semua murid beliau yang jumlahnya
ribuan menempati maqam Quthb. Beliau menempati kemuliaan karena beliau berada
pada jalan Rasulullah Saw. dan para sahabatnya, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah.
Demikian lah kesuksesan Syekh Samman
dalam mendidik ruhani murid-muridnya sehingga mereka yang berjumlah ribuan
menempati maqam Quthb, apa lagi Rasulullah Saw. dengan para murid-muridnya
yakni para sahabat, tentu maqam kewaliannya sangat agung, karena mereka
mendapat keistimewaan menyertai kekasihNya (Muhammad Saw.), dan apa-apa yang
menjadi Nubuwat Rasulullah Saw. dalam kitab-kitab terdahulu, maka pasti
menceritakan dan memuji para Qudus agung yang menyertai kekasihNya, yakni para
sahabat Rasulullah Saw.
Al-Quthb al-Habib Ali bin Muhammad
al-Habsyi berkata: “Serendah-rendahnya martabat sahabat maka tidak akan
bisa dicapai walau oleh 70 Imam Junaid al-Baghdadi”. Padahal Imam
Junaid hidup pada zaman salaf dan menempati Sulthon al-Auliya pada zamannya.
Karena para sahabat ini adalah para
wali agung, maka para ahli tasawwuf (Aswaja) sangat sopan dengan mereka, tidak
menceritakan mereka kecuali kebaikan. Sehingga wajib hukumnya berprasangka baik
dengan para Auliya. Lebih-lebih lagi para sahabat yang notabene adalah hasil
didikan langsung Rasulullah Saw. yang menempati Shiddiq dalam kewalian.
Maka dari itu, ummat Islam Aswaja
tidak akan membicarakan panjang lebar tentang pertikaian antar sahabat, baik
itu antara Sayyidah Aisyah dengan Sayyidina Ali, pada perang Jamal, maupun
antara Sayyidina Ali pada satu pihak dengan Sayyidina Muawiyah pada
pihak lain.
Kita kaum Aswaja tidak akan
mengotori mulut kita dengan umpatan dan negatif thinking kepada mereka. Bahkan
Khalifah Ali mengatakan seterunya saat itu bahwa antara beliau dengan
Sayyidina Muawiyah adalah saudara seiman dan satu kalimat, hanya saja khilaf
dalam penyelesaian pembunuhan Khalifah Utsman Ra. Bahkan beliau menyolatkan
semua korban perang baik yang di pihak beliau maupun pihak Gubernur Damaskus
saat itu.